Kosong

Saat ini aku sedang berada tepat di hadapan jendela yang tertutup. Orang-orang berkumpul di belakang punggungku. Mereka sudah seperti sekumpulan suara yang tak memiliki raga. Ada yang berbisik. Ada yang berisik. Ada yang berteriak. Ada yang bergumam. Ada yang menghasut. Ada yang merajuk. Aku mendengar percakapan mereka, tapi aku tak tahu seperti apa rupa mereka. Aku tak ingin menoleh ke belakang lagi. Cukup. Sekarang adalah awal bagiku untuk selalu menatap ke depan. Di hadapanku, daun jendela tampak sudah tak sabar untuk segera terbuka. Aku tidak tahu apa yang akan aku temui di luar jendela sana. Mungkin ada matahari yang siap membakar. Mungkin ada awan hitam yang siap memuntahkan air hujan. Mungkin ada angin yang sedang mengamuk. Mungkin ada pucuk pohon yang sebentar lagi akan rubuh. Mungkin ada rembulan yang selalu kesepian. Mungkin ada teralis besi yang siap mengekang. Mungkin….

Sebelum jendela itu terbuka, tiba-tiba saja aku merasa kesepian sekali. Benar-benar kesepian….

Seandainya Pistol Dijual Bebas dan Membunuh adalah Perbuatan yang Tidak Dimurkai Tuhan….

Seandainya pistol dijual bebas dan membunuh adalah perbuatan yang tidak dimurkai Tuhan, maka yang akan aku lakukan sekarang adalah membeli pistol tersebut, menghubungi Mark Chapman, dan bertanya bagaimana caranya agar bisa meledakkan kepala seseorang dengan menggunakan pistol—sebagaimana yang pernah ia lakukan terhadap kepala Lennon. Setelah itu, aku akan mengucapkan sebait kata terimakasih kepada Chapman, untuk kemudian menghampiri meja kerja kalian satu persatu dan meledakkan kepala kalian tanpa mengucapkan kata permisi atau permohonan maaf terlebih dahulu. Setelah segalanya selesai, aku akan beranjak pulang dan menganggap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.

Ode untuk Kita

Saat ini aku dan kamu telah menjelma kita

Dan kata-kata telah terbentang menjanjikan sebuah cerita

Cerita tentang metafora dan matahari, tentang bintang dan narasi

O, adakah yang lebih indah dari ini?

Dan di hadapan kita pintu-pintu telah terbuka, mari melangkah

Bukan untuk langkah kakiku, bukan untuk langkah kakimu

Melainkan untuk langkah sepasang kaki kita yang akan mengantar kita

ke depan gerbang semesta yang belum sempat kita sapa

Dan kita sama tahu,

Bahwa pernikahan adalah cawan pemberian Tuhan

Tempat segala suka tertuang

Tempat segala duka terbuang

______________________________

Sajak sederhana ini didedikasikan untuk sepasang manusia yang baru saja menggenapkan agamanya: Nurhadiansyah & Mailinda Safitri

Penulis Itu Mencopot Kedua Tangannya dan Membuangnya ke Tempat Sampah!

Penulis itu mencopot kedua tangannya dan dibuang ke tempat sampah. Kedua tangannya itu menggelepar sebentar lantas diam seperti tangan orang pingsan. Ada kegetiran yang begitu abstrak yang tak bisa ia katakan, dan ia mengerti bahwa sejak dahulu kata-kata memang tidak pernah bisa diandalkan untuk menjelaskan segala hal. Kata-kata hanyalah sebuah usaha untuk mendekati kebenaran, tapi selalu berhenti di titik hampir. Ia mengerti sekali akan hal itu. Ia sudah bertahun-tahun menjadi penulis. Setiap detik ia selalu bergumul dengan kata-kata yang tidak pernah setia: menemukannya, mendedahnya, membongkarnya, dan meragukannya. Itu sebabnya ia tidak tahu mesti berkata apa ketika menyaksikan kedua tangannya teronggok di tempat sampah. Seperti kesedihan tapi bukan itu, seperti kebahagiaan tapi itu pun masih kurang tepat. Entahlah. Ia hanya bisa diam, dan ia merasa betapa diam ternyata masih lebih baik dari segala macam kata yang pernah manusia ciptakan. Alasan mengapa ia membuang kedua tangannya ke tempat sampah cukup sederhana: ia tidak ingin menulis lagi.

Bunga yang Tak Ada di Taman

Jika kamu adalah bunga, maka kamu adalah bunga yang tidak pernah ada di taman
sebab telah aku curi dan kusimpan dalam kamar.

Jawab Saja Pernah

Pernahkah kamu merasa resah ketika berbagai macam pertanyaan yang berkelindan di dalam benakmu tidak mampu lagi kamu jawab? Pernahkah kamu merasa gelisah ketika tiba-tiba saja di hadapanmu muncul sesosok kenyataan yang sama sekali tidak pernah kamu harapkan? Pernahkah kamu merasa bahwa kamu adalah seseorang yang tiada berguna sama sekali seperti kalender usang yang telah terbuang ketika untuk kali pertamanya kamu bersalaman dengan sesosok tanggung jawab yang sejak dahulu ingin sekali kamu hindarkan? Pernahkah kamu merasa seperti sedang berdiri di hadapan seribu pintu dan seribu jendela yang selalu menuntutmu untuk memilih jalan mana yang ingin kamu lalui atau kamu lompati? Pernahkah kamu berjalan di sepanjang trotoar sehabis pulang kerja, dan kamu bertanya-tanya mengapa waktu seperti begitu cepat melesat? Pernahkah kamu menyaksikan sekumpulan bocah yang sedang bermain kejar-kejaran, dan kamu langsung merasa betapa kamu sudah tua dan kamu belum bisa berguna untuk siapa-siapa? Pernahkah kamu menonton televisi dan menyaksikan sebuah dunia yang belum pernah kamu kunjungi, lantas kamu merasa tidak akan pernah mungkin kamu bisa mencapai ke sana sebab usia kamu sudah tidak memungkinkan? Pernahkah kamu memiliki keinginan untuk berlari-lari di tengah kota pada lewat tengah malam dengan tubuh telanjang sambil berteriak-teriak lantang untuk melepaskan semua ketegangan, dan kamu merasa semua itu tidak mungkin terjadi sebab kamu hidup di lingkungan yang tidak akan mengijinkan kamu untuk berlaku demikian?

Jawab saja pernah, sehingga dengan begitu saya tidak perlu lagi merasa sendirian.

Balada Syiah-Sunni

Syiah membunuh Sunni

Sunni membunuh Syiah

Ada Abdullah bin Saba’ di Syiah

Ada spionase Inggris di Wahabi

Siapa benar

Siapa keliru

Siapa yang tahu ada rambut di saku baju?

Kata Sunni kepada Syiah: kalian hanya pintar bertaqiah

Kata Syiah kepada Sunni: Kalian hanya sibuk mengusir bid’ah

Mereka saling berkata: kamu sesat, kamu keliru

Aku berkata: tentara zionis masih asik bermain peluru.

 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates